Kamis, 08 Juli 2010

Kesetiaan Terhadap Merek

Analisis Kepuasan Konsumen dan Kesetiaan Merek

Oleh: Suparno Saputra, SE.,MM

(Dosen Tetap Manajemen Pemasaran Politeknik Pos Indonesia)


A. Latar belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi maka penggunaan handphone saat ini sudah semakin marak digunakan. Tidak hanya orang yang sudah bekerja, tapi pelajar pun sudah banyak menggunakan handphone. Dengan adanya perkembangan teknolohi saat ini membuat orang menjadi yahu akan adanya informasi yang dihasilkan dari teknologi itu sendiri. Physical evidence dari handphone itu sendiri sudah canggih dan memuat teknologi yang baik pula. Oleh karena itu manusia yang menggunakan teknologi terutama handphone melalui proses yang sedemikian rupa sehingga orang-orang dapat menggunakan handphone itu sendiri.

Berdasarkan hasil survey awal, ada fenomena bahwa konsumen handphone nokia dari hari ke hari makin bertambah dan terlihat ada kesetiaan dari pelanggannya dari frekuensi pembeliaan mereka. Produk handphone Nokia yang selalu dan selalu mengeluarkan berbagai inovasi akan dapat menarik minat konsumen. Dalam hal ini konsumen akan dimanjakan dengan berbagai produk yang sangat menarik. Disinilah loyalitas konsumen teruji. Menghadapi persaingan yang semakin ketat, Nokia terus berupaya menciptakan inovasi-inovasi baru yang dapat menarik konsumen. Berbagai brand handphone yang banyak beredar di pasaran antara lain Siemens, Sony Ericson, Samsung, Motorola, dan sebagainya. Produk handphone Nokia yang ada selama ini mendapatkan tempat yang cukup baik dimata konsumen. Produk tersebut mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan produk lain yang sejenisnya. Kelebihan yang ada tersebut antara lain menyediakan banyak fasilitas, harga relaitf terjangkau, dan sudah lamanya brand tersebut beredar di pasaran. Handphone Nokia juga memudahkan cara pemakaiannya daripada handphone lainnya. Inovasi ini diciptakan agar konsumen merasa puas dan diharapkan handphone Nokia dapat merebut pangsa pasar. Selain itu Nokia juga menguasai pangsa pasar hampir 70,5%, menyusul Siemens 7,0%, Sony Ericson 6,8%, dan sisanya merek lainnya. (Swa Sembada edisi bulan April 2006). Kotler (2000:251) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) sesuatu produk dengan harapannya. Tjiptono (2005:195) mentebutkan juga bahwa kepuasan dapat diartikan sebagai upaya pemenuhan sesuatu atau membuat sesuatu memadai. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (2000) dalam Tjiptono (2005:195) menyebutkan satisfaction is the good feeling that you have when you achived something or when something that you wanted to happen does happen. Kepuasan adalah penilaian evaluative global terhadap pemakaian atau konsumsi produk, Westbrook:1987 dalam Tjiptono, (2005:197). Loyalitas konsumen dapat diartikan kesetiaan seseorang atas sesuatu produk, baik barang maupun jasa tertentu, (Jurnal Hatane Samuel Foedjiawati:2005). Menurut Sutisna (2002:41) menyebutkan bahwa loyalitas merek adalah pembelian produk saat produk yang dicari tidak ada maka seseorang tersebut tidak akan mencari merek produk lain. Brand loyalty (loyalitas merek) merupakan suatu ukuran keterkaitan pelanggan kepada sebuah merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya seorang pelanggan beralih ke merek produk yang lain, terutama jika pada merek tersebut didapati adanya perubahan, baik menyangkut harga ataupun atribut lain. (Darmadi Durianto, 2001:47) dalam jurnal Zaenal Arifin.

Hal ini membuat peneliti ingin menganalisis tingkat kesetiaan konsumen berdasarkan tingkat kepuasan konsumen. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi manajemen mengevaluasi keberhasilan dalam mengelola Perusahaan Handphone Nokia dalam menghadapi pesaing yang makin ketat dan agresif.

Diferensiasi Produk dan Preferensi Konsumen dalam Pembelian

Pengaruh Diferensiasi Produk

Terhadap Preferensi Konsumen dalam Pembelian

Oleh: Suparno Saputra, SE.,MM

(Dosen Jurusan Manajemen Pemasaran Politeknik Pos Indonesia)

Olvini Tyssia

(Mahasiswa Jurusan Manajemen Pemasaran Politeknik Pos Indonesia Angkatan Tahun 2007/2010)

A. Latar Belakang Masalah

Permintaan akan sepeda motor di Indonesia khususnya di kota Bandung cukup besar. Hal ini terbukti dari kepadatan lalu lintas di Kota Bandung ditandai dengan jumlah kendaraan roda dua sebanyak 326.782 (Pemkot Bandung, 2008). Begitu pula dengan volume pasar sepeda motor jenis cubs atau bebek di Indonesia dalam kurun waktu tujuh bulan ini menembus angka penjualan sebesar 1.514.544 unit (Kompas, 2003). Yamaha adalah salah satu produsen sepeda motor di Indonesia. Yamaha menguasai sekitar 41% pasar sepeda motor Indonesia pada Januari-September 2007 dengan total penjualan sekitar 1,5 juta unit (Kapanlagi.com, 2008). Sepeda Motor yang diproduksi Yamaha sendiri terdiri dari Jupiter,Vega, RX king, Mio, dan lain-lain. Di pasar sepeda motor sport pasar masih dikuasai merek Honda dan Yamaha (Kompas, 2003) mengalahkan perusahaan pesaing Yamaha di Indonesia di antaranya yaitu Suzuki, Kymco, Kawasaki, Piagio, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan adanya persaingan yang tajam dalam memperebutkan konsumen pengguna sepeda motor.

Persaingan yang tajam dalam memperebutkan konsumen semakin luas dan dilakukan dengan berbagai cara (Uswatun Chasanah, 2003:1). Setiap perusahaan berusaha mendapatkan pasar para pesaingnya. Perusahaan yang berhasil mendapatkan pasar potensial adalah perusahaan yang mampu menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan konsumen. Salah satu produk Yamaha yang menjadi sorotan adalah Mio. Mio merupakan motor automatic spesifikasi-spesifikasi tertentu yang berbeda dan unik kepada konsumen. Produk yang unik merupakan suatu keunggulan yang dapat ditawarkan kepada konsumen. Nowadays, company tri to differentiate their products emphasizing some trivial attributes which in real sense create no differences from those of its competitors’ or sometimer they are not actually used by consumers at all, Chowdhury and Islam,2003 dalam Hossain, (2007:49) Produk yang berbeda atau unik akan menguasai pasar dan memenangkan persaingan sesuai dengan pendapat Lewwit The way company manages its marketing can become the most powerful form of differeniation (Oddrun Bjorklund, 2006:6). Tidak ada perusahaan yang dapat memenangkan persaingan jika produk yang ditawarkan sama dengan produk lain (Kotler, 2005:338).

Salah satu cara perusahaan membedakan produknya dengan pesaing adalah dengan menyediakan atribut produk yang unik (Erna Ferrinadewi, 2005:128 ). Banyak perusahaan yang hanya fokus pada kemampuan produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen (Oddrun Bjorklun, 2006:1). Padahal konsumen akan lebih memilih produk yang memiliki kelebihan dibanding produk yang lain sesuai dengan pendapat Schiffman dan Kanuk (1994) “Suatu keputusan sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua atau lebih pilihan alternatif “ (Sumarwan, 2002:289). Produk yang khas menjadi pertimbangan awal bagi konsumen dalam melakukan pembelian (Ishii,Juengel, et al, 1994:2). Konsumen membentuk sikap dan intensinya mengenai alternatif produk yang dipertimbangkan Mowen dan Minor, 1998 dalam Sumarwan, (2002: 135-136).

Diferensiasi produk memiliki parameter diantaranya bentuk yang khas, keistimewaan (fitur) tertentu, kinerja produk dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan, kesesuaian antara apa yang dijanjikan dengan kenyataan, daya tahan (durability) produk, kehandalan produk dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan (reliability), kemudahan perbaikan, serta gaya/style (Kottler, 2005:350). Atribut-atribut yang dimiliki suatu produk dikomunikasikan dan diinformasikan sedemikian rupa agar dapat menarik perhatian konsumen (Yuniarinto, 1998:3). Jika perusahaan dapat membentuk diferensiasi produk yang memiliki parameter seperti di atas, maka perusahaan dapat melakukan pembedaan yang besar dengan pesaing. Perusahaan dapat menarik perhatian konsumen dengan memberikan atribut yang khas pada produk mereka.

Diferensiasi produk dibutuhkan untuk mempertahankan produk di pasaran karena konsumen akan menyukai produk-produk yang menawarkan fitur yang paling inovatif (Kotler, 2005:20). Fungsi lainnya adalah penempatan posisi (positioning) yang khas di antara para pesaing di dalam benak konsumen. Hasil akhir penempatan posisi tersebut adalah keberhasilan penciptaan nilai yang berfokus pada konsumen (Kotler, 2005:339). Fokus tersebut dapat menuntun produsen untuk mengetahui bahwa pemilihan suatu produk dipengaruhi dorongan-dorongan psikologis salah satunya preferensi konsumen (Erna Ferrinadewi, 2005:128). Preferensi adalah alasan mengapa konsumen harus membeli produk tersebut (Uswatun Chasanah, 2003:5). Semakin banyaknya perusahaan yang menawarkan produk dan jasa, maka konsumen memiliki lebih banyak pilihan (Suranto, 2005:1).

Pengetahuan akan preferensi konsumen sangat penting diketahui produsen dalam menghadapi persaingan bisnis yang ketat karena dapat digunakan untuk menarik konsumen yang baru dan mempertahankan konsumen yang sudah ada Alma, 1992 dalam Yuniarinto, (1998:2).

Dari pernyataan-pernyataan di atas, perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh diferensiasi produk terhadap preferensi konsumen dalam melakukan pembelian. Judul penelitian ini adalah “Pengaruh Diferensiasi Produk terhadap Preferensi Konsumen dalam Pembelian“.

Analisis dan Perancangan Standar Kompetensi Kerja

ANALISIS DAN PERANCANGAN
STANDAR KOMPETENSI KERJA SUPERVISOR PEMASARAN DI TINGKAT UNIT PELAKSANA TEKNIS
(Studi kasus di Kantor Pos Bandung)

Oleh : Suparno Saputra, SE.,MM

Abstraks


Sumber daya manusia perusahaan dengan kemampuan profesional (skill, knowledge, attitude) baik di tataran manajerial maupun pelaksana merupakan salah satu faktor kunci penentu kekuatan perusahaan dalam menghadapi persaingan bisnis. Dalam konteks ini PT Pos Indonesia sebagai bagian integral dari industri nasional khususnya di bidang “courier dan logistic services” dituntut untuk semakin meningkatkan kompetensi dan profesionalisme karyawannya sejalan dengan penguatan 3 (tiga) Pilar Kinerja PT Pos Indonesia; Physical Evidence of Services, Operational Excellence dan Service Excellence. Untuk keperluan tersebut maka perlu dilakukan pemetaan standar kompetensi kerja setiap jabatan yang ada, sehingga akan memudahkan perusahaan dalam melakukan penilaian keberhasilan kerja para pemangu jabatan, khususnya supervisor marketing dan memudahkan perusahaan dalam melakukan pembinaan karyawan. Dari hasil analisis terdapat duapuluh unit kompetensi kerja yang harus dimiliki oleh seorang supervisor marketing yang terpetakan mulai dari unit kompetensi dengan prioritas tertinggi sampai dengan terendah, disertai elemen kompetensi dari masing-masing unit kompetensi, serta kriteria unjuk kerja dari setiap elemen kompetensi

Keywords: Unit Kompetensi, Elemen Kompetensi Kriteria unjuk kerja..

Minggu, 07 Maret 2010

Analisis Zone of Tolerance

ANALISIS ZONE OF TOLERANCE SEBUAH PENDEKATAN
DALAM MENILAI KINERJA PELAYANAN RESTAURAN

Oleh : Suparno Saputra, SE.,MM
Dosen Tetap pada Jurusan Manajemen Pemasaran Politeknik Pos Indonesia


A. Latar Belakang Permasalahan

Perkembangan lingkungan bisnis dengan perubahan teknologi yang semakin inovatif mengakibatkan persaingan usaha berada pada level persaingan terbuka (pure competition). Kondisi demikian mengharuskan para manajer bisnis melakukan evaluasi secara kontinyu terhadap kinerja perusahaan terutama yang secara langsung bersentuhan dengan pelayanan konsumen, sehingga dapat diketahui secara tepat posisi perusahaan dari perspektif konsumen.
Persoalan mendasar yang dihadapi oleh perusahaan yang bergerak di sektor jasa adalah masalah pelayanan, baik dalam lingkup internal maupun eksternal perusahaan. Kemampuan memberikan pelayanan terbaik akan berdampak terhadap terciptanya kepuasan konsumen, loyalitas konsumen, pertumbuhan penjualan, dan profit perusahaan, sebagaimana diungkap oleh Heskett et al (1994), dalam kajiannya mengenai “Mata Rantai Profit dan Pelayanan”
Memperhatikan perkembangan sektor jasa di Indonesia selama kurun waktu 20 tahun terakhir terdapat indikasi positif, bahkan mulai tahun 1996, sektor jasa di Indonesia mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan pendapatan nasional rata-rata sekitar 40% sampai 60% dari pendapatan nasional (Jaspar, 2005:8), ini adalah sebuah potensi, dan melihat potensi seperti ini maka tidak heran jika saat ini usaha sektor jasa pertumbuhannya sangat signifikan.
Salah satu perusahaan yang bergerak di sektor jasa, adalah usaha rumah makan atau restoran. Rumah makan merupakan tempat yang diorganisasi secara komersil yang menyelenggarakan pelayanan kepada pelanggannya baik berupa makanan maupun minuman dengan tujuan agar pelanggan merasa puas (Marsum, 2005:7). Kepuasan pelanggan merupakan faktor utama dalam mencapai tujuan bagi setiap rumah makan. Pelanggan yang merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan suatu rumah makan, akan mempengaruhi pelanggan-pelanggan lainnya. Pelanggan yang tidak puas akan menceritakan kepada 8 hingga 10 orang, sebaliknya bila merasa puas akan menceritakan bahkan akan merekomendasikan kepada orang lain untuk memilih produk atau jasa yang telah memberinya kepuasan (Bixer dan Schemer dalam Suryani, 1998:29). Ukuran kepuasan konsumen menurut John Sviokla (dalam Lupiyoadi, 2006:181) ditentukan oleh kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pelanggan.
Semakin cepatnya pertumbuhan usaha rumah makan membuat persaingan antara rumah makan satu dengan lainnya bertambah ketat. Persaingan dunia usaha yang semakin kompetitif ini menyebabkan setiap pengusaha rumah makan berusaha untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya dengan tidak hanya menawarkan produk tetapi juga dituntut jeli dalam membaca minat dan kebutuhan konsumen. Dalam kondisi persaingan yang ketat tersebut, hal utama yang harus diprioritaskan oleh perusahaan rumah makan adalah kepuasan konsumen agar dapat bertahan, bersaing, dan menguasai pangsa pasar. Perusahaan harus memahami hal-hal apa saja yang dianggap penting oleh konsumen rumah makan agar dapat menghasilkan kinerja (performance) sebaik mungkin, sehingga dapat memuasakan pelanggan.

Catatan:
Untuk info lebih lanjut hubungi: www.suparnosaputra.blogspot.com atau suparnosaputra454@gmail.com

Analytical Hierarchy Process

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
SEBAGAI ALAT PENILAIAN KUALITAS PELAYANAN PERUSAHAAN

Oleh: Suparno Saputra, SE.,MM
Dosen Tetap Jurusan Pemasaran Politeknik Pos Indonesia
e-mail; suparnosaputra454@gmail.com

Ketika perusahaan menyusun rencana kegiatan usaha, maka diperlukan proses pengambilan keputusan yang menuntut ketepatan sesuai dengan situasi lingkungan yang akan dihadapi. Agar proses pengambilan keputusan dimaksud dapat dipertanggung jawabkan, maka diperlukan teknik yang tepat sehingga pilihan yang telah diambil tidak salah dan merugikan perusahaan. Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah suatu teknik kuantitatif yang dapat membantu memudahkan pimpinan perusahaan menyelesaikan secara terstruktur persoalan yang dihadapi dengan atribut/element/dimensi persoalan multi-kompeks, serta mampu menyajikan metodologi yang objektif untuk menentukan keputusan di antara serangkaian alternatif solusi strategis yang harus dipilih (Rangone, A, 1996).
AHP pertama kali diperkenalkan oleh Saaty (Winston, 1993). Teknik AHP telah diimplementasi pada berbagai bidang persoalan perusahaan seperti; perencanaan sistem transportasi, penyusunan portofolio bisnis, penyusunan corporate planning and marketing, dan lain sebagainya (Canada and Sulivan, 1989). Tahapan alur proses AHP mencakup; (a) menyusun tingkat kepentingan relatif di antara atribut/elemen/dimensi keputusan dengan meminta pendapat pihak-pihak yang berkepentingan, berkompeten, memiliki pengalaman praktis dalam area bisnis perusahaan, dan memiliki kewenangan di dalam organisasi perusahaan, mereka bisa terdiri dari para karyawan dan pimpinan perusahaan sebagai pengambil keputusan, pendapat mereka tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis perbandingan, (b) tahap selanjutnya adalah melakukan pembobotan secara algoritmik untuk masing-masing atribut/elemen/dimensi, (c) kemudian menentukan alternatif solusi untuk masing-masing atribut, (d) menentukan skor akhir yang ingin dicapai dari masing-masing alternatif solusi yang telah disusun, (e) terakhir menyusun rating nilai/skor masing-masing alternatif solusi tersebut dan pilih yang mempunyai nilai atau skor tertinggi/terbaik.

Langkah-langkah AHP adalah sebagai berikut; (a) Tentukan terlebih dahulu atau buat struktur hirarki keputusan untuk penyelesaian persoalan dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. (b) Tentukan tingkat skala kriteria prioriras relatif yang menggambarkan tingkat kepentingan relatif dalam hubungan dengan elemen keputusan yang berada pada level yang lebih tinggi dengan pola perbandingan berpasangan. (c) Tentukan atau hitung rating alternatif pengambilan keputusan, kemudian lakukan pembobotan rating dengan skala prioritas relatif. (d) Selanjutnya periksa atau cek kembali konsistensi perbandingan keputusan yang telah diambil.
Sebagai contoh kita mempunyai problem dengan n atribut/elemen/dimensi (A1, A2, A3, A4, dan A5) dengan tiga Alternatif keputusan (S1, S2, dan S3). Langkah pertama dari AHP adalah membangun struktur hirarki penilaian persoalan. Asumsi dasar struktur hirarki disini adalah bahwa semua atribut/elemen/dimensi yang terlibat harus benar-benar bersifat homogen, bebas/tidak terikat, dan tidak redundant atau tumpang tindih satu sama lainnya.
Langkah berikutnya adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan tingkat kepentingan relatif dari dimensi-dimensi permasalahan yang sangat menentukan (misalnya dimensi servqual) dengan memanfaatkan/melibatkan pihak-pihak yang memiliki kewenangan dan pengalaman di dalam lingkungan perusahaan/organisasi yang menjadi objek untuk dimintakan tanggapannya. Kemudian hasil tanggapan tersebut dituangkan ke dalam matrix perbandingan berpasangan.

Verbal Judgement Numerical Rating
Extremely preferred 9
Very strongly preferred 7
Strongly preferred 5
Moderately preferred 3
Equally preferred 1


Dalam menentukan penilaian (sebagai data mentah) dari atribut/elemen/dimensi persoalan, mintakan pendapat para pihak yang dianggap memiliki kompetensi dalam perusahaan dengan cara membandingkan satu sama lain atribut/dimensi tersebut. Misalnya hasil penilaian perbandingan antar atribut/dimensi dimaksud adalah sebagaimana tertuang pada tabel 2 berikut :

Tabel 2. Matrix of Pair-wise Comparison

A1 A2 A3 A4 A5
A1 1.00 3.00 0.50 6.00 0.20
A2 0.33 1.00 0.17 2.00 0.07
A3 2.00 6.00 1.00 12.00 0.03
A4 0.17 0.50 0.08 1.00 0.03
A5 5.00 15.00 2.50 30.00 1.00
Total 8.50 25.50 4.25 51.00 1.33
Sumber: data hipotetis
Data hasil perbadingan berpasangan pada tabel 3 di atas ditentukan dengan pola matrix equation.caranya adalah dengan melakukan perbandingan nilai secara berpasangan di antara n atribut/elemen/dimensi aij = wi/wj yang menunjukkan rasio bobot element i ke j. Nilai bobot vector w diperoleh melalui penyelesaian problem eigenvector: Aw=maxw, dimana matrix A terdiri dari aij dan max hasil atau nilai dari perbandingan berpasangan haruslah konsisten. Data pada matrix tabel 3 di atas selanjutnya dilakukan normalisasi dengan cara membagi masing-masing nilai atribut/element/dimensi dengan jumlah/total nilai masing-masing yang selanjutnya dilakukan pembobotan. Hasil normalisasi dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini :

Tabel 3. Normalisasi Matrix of Pair-wise Comparison
Penentuan Nilai bobot prioritas

A1 A2 A3 A4 A5 Jumlah Nilai Bobot
A1 0.12 0.12 0.12 0.12 0.15 0.62 0.13
A2 0.04 0.04 0.04 0.04 0.05 0.21 0.04
A3 0.24 0.04 0.24 0.24 0.03 0.77 0.16
A4 0.02 0.02 0.02 0.02 0.03 0.10 0.02
A5 0.59 0.59 0.59 0.59 0.75 3.10 0.65
Jumlah 1.00 0.80 1.00 1.00 1.00 4.80 1.00
Sumber: data hipotetis diolah

Selanjutnya untuk mengetahui apakah nilai hasil perbandingan berpasangan tsb valid atau tidak, maka harus dilakukan pengecekan konsistensi nilai pair-wise matrix. Saaty memberikan langkah-langkah dalam mengecek konsistensi indek (CI) sebagai berikut :

1. Hitung/tentukan nilai Awt
2. Hitung/tentukan nilai R dengan cara;
3. Hitung/tentukan CI dengan cara :
4. Bandingkan nilai CI dengan Tabel Nilai Random Index (Winston, 1993), dengan cara; CI/RI
Tabel 4. Nilai Random Index (RI)

N RI
2 0
3 0,58
4 0,90
5 1,12
6 1,24
7 1.32
8 1,41
9 1,45
10 1,51
Sumber: Winston, (1993)

Jika CI nilainya cukup kecil, maka nilai-nilai perbandingan yang dibuat oleh pengambil keputusan (nilai-nilai pada tabel 3) adalah cukup konsisten dan dapat dipakai untuk mengestimasi bobot tujuan. Biasanya jika CI/RI <> 0,1 berarti sangat tidak konsisten. Misalkan kita mempunyai tiga alternatif solusi keputusan sebagaimana tertuang pada tabel 4 berikut :

Tabel 5. Alternatif Solusi Keputusan


A1 A2 A3 A4 A5
Alternatif Solusi 1 0,2 0,3 0,3 0,1 0,1
Alternatif Solusi 2 0,5 0,2 0,1 0,1 0,1
Alternatif Solusi 3 0,2 0,2 0,1 0,2 0,3
Sumber: data hipotetis

Kemudian tentukan total skor untuk tiga alternatif tersebut di atas dengan mengintegrasikannya dengan nilai bobot vector yang terdapat pada tabel 3, dan hasilnya adalah sebagai berikut :

A1 A2 A3 A4 A5

Alternatif 1 : (0,2 x 0,13)+(0,3 x 0,04)+(0,3 x 0,16)+(0,1 x 0,02)+(0,1 x 0,65) = 0,154
Alternatif 2 : (0,5 x 0,13)+(0,2 x 0,04)+(0,1 x 0,16)+(0,1 x 0,02)+(0,1 x 0,65) = 0,156
Alternatif 3 : (0,2 x 0,13)+(0,2 x 0,04)+(0,1 x 0,16)+(0,2 x 0,02)+(0,3 x 0,65) = 0,249

Berdasarkan perhitungan tersebut di atas dapat disimpulkan, bahwa Alternatif ketiga adalah alternatif solusi terbaik yang dipilih, karena perolehan skornya terbesar, yaitu sebesar 0,249.

Argumentasi yang harus disepakati adalah bahwa dengan melakukan modifikasi teknik/prosedur AHP, maka teknik ini dimanfaatkan untuk menilai service quality yang diberikan oleh perusahaan yang bergerak di bidang jasa/pelayanan. Modifikasi teknik/prosedur AHP didasari oleh kenyataan bahwa industri pelayanan sangatlah variatif dan memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan lainnya, misalnya industri transportasi berbeda dengan industri perbankan, dan berbeda pula dengan industri pelayanan kesehatan.
Dalam industri pelayanan, konsumen terlibat langsung dalam proses produksi, dan dalam kaitan inilah Parasuraman et al (1994) menekankan pada lima dimensi yang harus diperhatikan dalam mengukur service quality, yaitu; reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangible. Kelima dimensi service quality ini mempunyai tingkat kepentingan relatif yang berbeda-beda untuk masing-masing jenis industri pelayanan. Dengan alasan ini maka teknik/prosedur AHP cukup tepat digunakan untuk menentukan, memonitoring, atau untuk memeriksa kinerja service quality.
Dalam studi kasus ini diambil contoh industri postal service (dalam hal ini PT Pos Indonesia) khususnya dalam pelayanan pengiriman barang (logistikpos). Data yang dipergunakan dalam kasus ini adalah data hasil penelitian suparno saputra (2007) mengenai “keterkaitan service quality, satisfaction, trust, reputation, switching costs dan loyalty dalam pelayanan logistikpos yang diselenggarakan oleh Unit Bisnis Logistik Branch Office Bandung”. Hasil pengukuran untuk kinerja service quality yang diberikan oleh Unit Bisnis Logistik (survei terhadap 360 responden menggunakan 5 point likert scale) menunjukkan hasil sebagaimana tertuang pada tabel 6 berikut :

Tabel 6. Mean Score Dimensi Servqual

Dimension Mean Score
Reliability 2,84
Responsiveness 3,12
Assurance 3,12
Empathy 2,86
Tangible 3,53
Sumber: data penelitian diolah

Selanjutnya dari hasil pengumpulan informasi berkaitan dengan tingkat kepentingan relatif dimensi servqual yang harus diperhatikan oleh perusahaan (hasil wawancara terhadap beberapa staff pegawai yang telah memiliki pengalaman yang cukup dan dianggap memiliki kompetensi/wawasan bidang pelayanan di Unit Bisnis Logistik Branch Office Bandung menunjukkan hasil sebagai berikut :

Tabel 7. Matrix of Pair-wise Comparison

Rel Res Ass Emp Tan
Rel 1.00 4.00 0.75 3.00 0.25
Res 0.25 1.00 0.19 0.75 0.06
Ass 1.33 5.33 1.00 4.00 0.08
Emp 0.33 1.33 0.25 1.00 0.08
Tan 4.00 16.00 3.00 12.00 1.00
Total 6.92 27.67 5.19 20.75 1.48
Sumber: data penelitian diolah

Dengan mengikuti prosedur AHP selanjutnya data tebel 7 di atas dilakukan normalisasi perbandingan berpasangan dilihat dari tingkat kepentingan relatif masing-masing dimensi servqual satu sama lain, hasilnya tertuang pada tabel 8 berikut ini :

Tabel 8. Normalisasi Matrix of Pair-wise Comparison
Penentuan Nilai bobot prioritas

Rel Res Ass Emp Tan Jumlah Nilai Bobot
Rel 0.14 0.14 0.14 0.14 0.17 0.75 0.15
Res 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.19 0.04
Ass 0.19 0.04 0.19 0.19 0.06 0.67 0.14
Emp 0.05 0.05 0.05 0.05 0.06 0.25 0.05
Tan 0.58 0.58 0.58 0.58 0.68 2.99 0.62
Jumlah 1.00 0.84 1.00 1.00 1.00 4.84 1.00
Sumber: data penelitian diolah

Dengan menintegrasikan hasil pengukuran service quality tabel 6 dengan hasil normalisasi matrix pair-wise comparison mengenai tingkat kepentingan relatif dimensi servqual tabel 8 di atas, kemudian dapat ditentukan index kualitas (Quality Index) sebagai berikut

Quality Index = (0,15 x 2,84) + (0,04 x 3,12) + (0,14 x 3,12) + (0,05 x 2,86) + (0,62 x 3,53)
= 3,316

dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui, bahwa Indeks kualitas (QI) untuk pelayanan logistikpos sebesar 3,316. Dengan demikian maka seluruh mata rantai aktivitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan minimal berada pada level nilai indeks kualitas tersebut. Meningat angka tersebut menunjukkan nilai minimal, maka usaha dan upaya yang dilakukan oleh perusahaan seyogyanya berada di atas level quality index tesebut

Pembahasan dan Kesimpulan

Aspek kualitas telah menjadi fokus perhatian setiap pelaku bisnis, terlebih lagi dalam era industri yang semakin kompetitif. Vincent Gaspersz, (1997:3) menegaskan bahwa untuk memenangkan kompetisi, pelaku bisnis harus memberikan perhatian penuh kepada kualitas, hal ini karena kualitas akan memberikan dampak positif kepada bisnis, yaitu dampak terhadap biaya produksi dan pendapatan. Pernyataan tersebut sangat beralasan mengingat setiap perusahaan atau pelaku bisnis rentan terhadap serangan pesaing, serangan dapat datang dari dua jenis pesaing; pendatang baru (new entrants) dalam industri dan pesaing mapan (established competitor) yang memperbaiki posisinya (Michael E Porter, 1994:478).
Agar produk (barang dan jasa) yang dihasilkan perusahaan dapat diserap oleh konsumen sesuai dengan terget yang diinginkan, diperlukan berbagai upaya perbaikan dalam program marketing perusahaan dengan cara memahami kebutuhan dan keinginan konsumen, sebagaimana pendapat Finkelman and Goland, (1990) dalam Heikki Koskela, (2002:23) “companies need to develop a detailed understanding of customers’ expectations in each stage of their ownership experience, develop supporting procedures and establish evaluation and incentive systems in order to satisfy customers”. Hal senada diungkap oleh Zairi, (2000) dalam Harkiranpal Singh, (2006:4) berpendapat “konsumen merupakan sasaran utama dari setiap aktivitas yang dilakukan perusahaan dan konsumen tidak tergantung pada perusahaan, tetapi sebaliknya perusahaan yang sangat tergantung pada konsumen”. Konsep ini dapat ditafsirkan secara lebih luas, bahwa masa depan dan tingkat keamanam perusahaan sangat tergantung pada konsumen, dengan alasan inilah, maka saat ini banyak perusahaan berusaha memberikan perhatian terhadap permasalahan kualitas pelayanan dan kepuasan konsumen dengan tujuan agar konsumen loyal terhadap produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan.
PT. Pos Indonesia (Persero) sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa kurir (courier services) atau sering disebut jasa titipan sangat berkepentingan terhadap pengembangan kualitas pelayanan. Dalam proses transaksi pengiriman ini, konsumen sangat berharap mendapat pelayanan yang berkualitas seperti yang dijanjikan perusahaan meliputi; pengiriman tepat waktu (on time delivery), cepat (speed), aman (secure) selama pengiriman, serta adanya fasilitas jejak dan lacak (track and trace) yang memudahkan konsumen mengetahui status barang/dokumen yang dikirim. Di sisi lain konsumen juga berharap mendapatkan pelayanan yang nyaman meliputi unsur kebersihan dalam pelayanan, sopan serta tarif yang bersaing. Jika perusahaan mampu memenuhi tuntutan tersebut, berarti perusahaan mampu menciptakan keunggulan pelayanan, sebagaimana yang diungkap oleh Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra (2005:119) “keunggulan pelayanan dibentuk melalui pengintegrasian empat pilar yang saling berkaitan erat: kecepatan, ketepatan, keramahan, dan kenyamanan pelayanan”.
Dalam upaya perusahaan melakukan pembenahan kinerja kualitas pelayanan, maka pihak manajemen perusahaan seyogyanya memiliki acuan indeks kualitas dalam memonitor seluruh mata rantai kegiatan perusahaan, dan level indeks kualitas pelayanan ini secara kontinyu dari waktu ke waktu mutlak harus ditingkatkan sejalan dengan perubahan perilaku konsumen dalam menentukan pilihan, sehingga perusahaan akan memiliki keunggulan bersaing, mengingat persaingan dalam industri di masa mendatang semakin kompleks.

Refferences :

Canada, J.R. and Sulivan W.G (1989), Economic and Multiatribute Evaluation of Advanced Manufacturing System, Prentice-Hall, Englewood Cliffs. N.J.
Fandy Tjiptono dan Gregorius Chandra, 2005. Service, Quality, and Satisfaction, Andi Offset,Yogyakarta.
Heikki Koskela (2002) “Customer Satisfaction and Loyalty in After Sales Service: Modes of Care in Telecommunications Systems Delivery” Helsinki University of Technology Department of Industrial Engineering and Management, Internet http://www.tuta.hut.fi/ ISBN 951-22-5982-6 ISSN 1239-4831.

Harkiranpal Singh, 2006 “The Importance of Customer Satisfaction in Relation to Customer Loyalty and Retention. Asia Pacific University College of Technology & Innonavation”, Malaysia.
Michael E. Porter, 1994. Keunggulan Bersaing Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Binarupa Aksara, Jakarta.Indonesia.
Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., and Berry, L.L, (1994), Reassessment of Expectation as a Comparison Standard in Measuring Service Quality: Implications for Further Research, Journal of Marketing, 58, Januari 1994, 111-124.
Rangone, A. (1996), An Analytical Hierarchy Process Framework for Comparing The Overall Performance of Manufacturing Departments, International Journal of Operation & Production Management, 16 (8), 104-119.
Suparno Saputra, (2007): Keterkaitan Service Quality, Satisfaction, Trust, Reputation, Switching costs, dan Loyalty.
Vincent Gaspersz, 1997. Manajemen Kualitas, Konsep-konsep Kualitas dalam Manajemen Bisnis Total. PT Gramedia Pustaka Utama.
Winston, W.L. (1993), Operation Research: Aplications and Algorithms, Duxbury Press, 1993.


-----o0o-----

Catatan:
Info lebih jauh Hubungi: www.suparnosaputra.blogspot.com atau suparnosaputra454@gmail.com

Selasa, 02 Maret 2010

Service Quality, Satisfaction, Trust, Reputation, Switching cost, dan Loyalty

KETERKAITAN
SERVICE QUALITY, SATISFACTION, TRUST, REPUTATION,
SWITCHING COSTS & LOYALTY
(Studi kasus Pelayanan Jasa Logistik Pos Indonesia Unit Bisnis Logistik Bandung)

Oleh : Suparno Saputra, SE.,MM.

Summary


The main objective of this study is to verify the relationships of service quality, satisfaction, trust, corporate reputation, switching costs and loyalty in postal service that lead by Post of Indonesia Unit Business Logistic Branch Office Bandung. Samples for this study are the customers of Postal service of Post of Indonesia Unit Business Logistic Branch Office Bandung. Questionnaires were distributed to 360 customers. Collected data of service quality dimensions were analyzed by descriptive statistic, and to observe the effects of each variable using structural equation model. For evaluating service quality performance using dimensions of servqual (proposed by Parasuraman, et al, 1990), and servperf model proposed by Cronin and Taylor (1992). Assessing the hypothesis, path analysis is used. Results of analysis provided some support to prove simultaneous and partial hypothesis, those are; service quality, satisfaction, trust, reputation, and switching costs have significant impact simultaneously on loyalty. And partially, service quality has significant impact on reputation, satisfaction, trust, loyalty, and switching costs. Others are; satisfaction has significant impact on trust, reputation on loyalty, and switching costs on loyalty. On the other hands are not supported the hypothesis such as; reputation on trust, satisfaction on loyalty, trust on loyalty, trust on switching costs, and switching costs on trust.
Keywords: Service quality, Satisfaction, Trust, Reputation, Switching costs, and Loyalty.


Catatan:
Untuk info lebih lanjut hubungi: www.suparnosaputra.blogspot.com atau suparnosaputra454@gmail.com